Membangun Kualitas Regulasi Daerah Melalui Harmonisasi dan Sinkronisasi Hukum

Di banyak daerah, penyusunan Peraturan Daerah (Perda) sering menghadapi persoalan mendasar: disharmoni regulasi. Artinya, isi dan substansi Perda bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, tidak sinkron dengan peraturan sektoral, atau bahkan menimbulkan ketidakkonsistenan antarperaturan di tingkat daerah sendiri.
Fenomena ini bukan sekadar persoalan administratif. Perda yang disharmonis bisa berdampak serius mulai dari pembatalan oleh Kementerian Dalam Negeri, tumpang tindih kebijakan antarinstansi, hingga kebingungan pelaku usaha dan masyarakat dalam pelaksanaannya.
Fakta menunjukkan, setiap tahun ada ratusan Perda yang dibatalkan karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Sebagian besar kasus itu terjadi karena proses penyusunan yang tidak melalui uji harmonisasi yang memadai.
Oleh karena itu, penyusunan Perda harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian tinggi dan pemahaman mendalam terhadap hierarki hukum nasional. Tujuannya bukan hanya agar Perda sah secara formal, tetapi juga efektif dalam mendukung tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik.
Prinsip Harmonisasi dan Hierarki Hukum Nasional
Sebelum menyusun sebuah Perda, tim perancang baik dari pemerintah daerah, Biro Hukum, maupun DPRD harus memahami posisi Perda dalam sistem hukum Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (sebagaimana diubah dengan UU No. 13 Tahun 2022), Perda berada di bawah peraturan perundang-undangan nasional seperti Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.
Artinya, setiap Perda tidak boleh bertentangan secara vertikal dengan peraturan di atasnya, dan harus selaras secara horizontal dengan peraturan sejenis atau yang sejajar di daerah lain.
Prinsip harmonisasi mengandung dua aspek penting:
- Kepatuhan terhadap hierarki hukum nasional
Perda harus tunduk pada sumber hukum yang lebih tinggi. Misalnya, Perda tentang pajak daerah harus mengikuti prinsip yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. - Konsistensi dengan kebijakan lintas sektor
Banyak kebijakan daerah melibatkan lebih dari satu instansi. Karena itu, sinkronisasi antar sektor seperti lingkungan, perizinan, dan tata ruang menjadi kunci agar Perda tidak menimbulkan konflik implementasi.
Dengan memahami prinsip ini, penyusun Perda dapat menempatkan regulasi daerah secara tepat dalam kerangka hukum nasional, sekaligus menjaga legitimasi dan daya laku hukum di lapangan.
Langkah Analisis Sinkronisasi Vertikal dan Horizontal
Agar harmonisasi hukum berjalan efektif, tim perancang harus melalui dua jenis analisis: sinkronisasi vertikal dan sinkronisasi horizontal.
1. Sinkronisasi Vertikal
Sinkronisasi vertikal berarti memeriksa kesesuaian rancangan Perda dengan peraturan di tingkat nasional atau yang lebih tinggi. Langkah ini melibatkan:
- Menelusuri dasar hukum delegasi kewenangan, yaitu pasal atau ayat dalam undang-undang yang memberikan hak kepada pemerintah daerah untuk mengatur hal tertentu.
- Mengidentifikasi potensi tumpang tindih norma antara rancangan Perda dengan peraturan yang sudah ada, terutama dalam hal perizinan, sanksi, dan pungutan.
- Menyusun tabel kesesuaian norma yang menunjukkan hubungan antara pasal Perda dengan peraturan di atasnya, untuk memastikan tidak ada kontradiksi.
Contohnya, jika sebuah Perda mengatur tentang pengelolaan air tanah, maka ia harus mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air serta Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air.
2. Sinkronisasi Horizontal
Sinkronisasi horizontal memeriksa keselarasan rancangan Perda dengan regulasi setingkat, baik antar-Perda di daerah yang sama, maupun antar daerah lain jika substansinya bersinggungan.
Langkah ini mencakup:
- Melakukan inventarisasi Perda terkait, terutama yang dikeluarkan oleh kabupaten/kota sekitar atau oleh provinsi.
- Memastikan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
- Menghindari perbedaan standar kebijakan yang bisa membingungkan pelaku usaha atau masyarakat lintas daerah.
Contohnya, dalam penyusunan Perda retribusi parkir, tim perancang perlu menyesuaikan dengan Perda lain yang mengatur lalu lintas, ketertiban umum, atau transportasi publik, agar kebijakan tidak saling bertabrakan.
Teknik Pemeriksaan Konsistensi Substansi
Selain sinkronisasi formal, perancang Perda juga harus memastikan konsistensi substansi dan bahasa hukum. Banyak Perda yang secara hukum tidak bertentangan, tetapi secara substansi menimbulkan ambiguitas atau multitafsir.
Berikut beberapa teknik pemeriksaan yang dapat diterapkan:
1. Pemeriksaan Definisi dan Istilah
Pastikan setiap istilah memiliki definisi yang jelas dan konsisten di seluruh dokumen. Misalnya, istilah usaha kecil harus mengikuti definisi dari UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Hindari penggunaan istilah lokal yang belum distandardisasi.
2. Pemeriksaan Struktur Pasal
Gunakan struktur pasal yang logis dan konsisten: mulai dari ketentuan umum, substansi utama, hingga sanksi dan ketentuan penutup. Struktur yang rapi membantu pembaca memahami maksud regulasi tanpa kesalahan interpretasi.
3. Uji Keterbacaan Bahasa Hukum
Bahasa hukum yang baik harus lugas, formal, dan tidak berpotensi multitafsir. Gunakan kalimat tunggal, hindari frasa yang bisa diartikan ganda, serta pastikan setiap norma mengandung unsur “subjek – perbuatan – objek – akibat hukum” secara lengkap.
4. Konsistensi Internal antar Bab dan Pasal
Setiap pasal dalam Perda harus saling mendukung, bukan bertentangan. Misalnya, pasal tentang pengecualian tidak boleh bertolak belakang dengan pasal tentang kewajiban utama.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan tidak hanya oleh penyusun, tetapi juga melalui review tim harmonisasi atau pihak eksternal seperti akademisi dan praktisi hukum daerah.
Contoh Perda yang Dibatalkan & Pelajarannya
Kementerian Dalam Negeri secara rutin melakukan pembatalan terhadap Perda yang dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau menghambat investasi. Beberapa contoh penting bisa dijadikan pelajaran:
1. Perda Retribusi yang Bertentangan dengan UU Pajak Daerah
Beberapa daerah pernah menetapkan retribusi tambahan yang tidak diatur dalam UU, dengan alasan meningkatkan PAD. Namun, karena tidak memiliki dasar hukum yang sah, Perda tersebut dibatalkan oleh Mendagri.
Pelajaran: setiap pungutan harus memiliki dasar hukum eksplisit di UU atau PP.
2. Perda Lingkungan yang Tumpang Tindih dengan Kebijakan Nasional
Ada Perda yang mengatur izin lingkungan di luar kewenangan daerah setelah terbitnya UU Cipta Kerja dan aturan turunannya. Akibatnya, regulasi tersebut dinyatakan tidak berlaku.
Pelajaran: perubahan kebijakan nasional harus segera direspons dengan revisi Perda agar tidak melanggar hierarki hukum.
3. Perda Investasi yang Diskriminatif
Beberapa Perda menetapkan syarat investasi yang hanya menguntungkan pelaku lokal. Praktik ini bertentangan dengan prinsip persaingan usaha sehat.
Pelajaran: substansi Perda harus menjamin kesetaraan dan non-diskriminasi sesuai UUD 1945 Pasal 27 dan 28D.
Contoh-contoh ini menunjukkan pentingnya evaluasi hukum dan harmonisasi lintas level dalam setiap tahap penyusunan regulasi daerah.
Kesimpulan & Ajakan Mengikuti Workshop Harmonisasi
Menyusun Peraturan Daerah yang efektif dan tidak bertentangan hukum bukan hanya persoalan teknis redaksional, tetapi juga soal pemahaman sistem hukum secara menyeluruh. Harmonisasi, sinkronisasi, dan konsistensi substansi merupakan elemen vital agar Perda memiliki daya laku, tidak dibatalkan, serta benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat.
Dalam praktiknya, banyak ASN dan anggota DPRD masih kesulitan melakukan uji harmonisasi karena keterbatasan pengetahuan teknis dan kurangnya pelatihan terstruktur.
Oleh karena itu, mengikuti workshop harmonisasi dan perancangan Perda menjadi langkah strategis bagi aparatur daerah dan legislator. Melalui pelatihan ini, peserta bisa:
- Memahami sistem hierarki hukum nasional secara praktis.
- Mempelajari teknik sinkronisasi vertikal dan horizontal.
- Berlatih menulis pasal yang efektif dan bebas multitafsir.
- Melakukan simulasi uji harmonisasi dengan studi kasus nyata.
Workshop semacam ini bukan hanya membantu menghasilkan regulasi yang sah, tetapi juga meningkatkan kredibilitas profesional para perancangnya.
Jika Anda ingin memperkuat kemampuan dalam penyusunan regulasi daerah yang berkualitas, ikuti pelatihan harmonisasi Perda bersama lembaga pelatihan profesional kami. Klik tautan ini untuk melihat jadwal terbaru dan penawaran spesial.
Referensi
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU No. 12 Tahun 2011.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
- Kementerian Dalam Negeri RI, Laporan Pembatalan Perda Tahun 2023, Direktorat Produk Hukum Daerah.
- Mahkamah Agung RI, Putusan Judicial Review terkait Perda Daerah Tahun 2021–2023.