Meningkatkan Kualitas Regulasi Daerah Lewat Pelatihan Penyusunan Perda

Bagi banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), tugas menyusun atau membahas Peraturan Daerah (Perda) bukan sekadar formalitas administratif. Di balik setiap produk hukum daerah, terdapat proses panjang yang menentukan kualitas tata kelola pemerintahan dan efektivitas kebijakan publik.
Pemahaman mendalam tentang proses legislasi daerah menjadi krusial karena Perda merupakan instrumen hukum yang paling dekat dengan masyarakat. Ia mengatur hal-hal konkret, mulai dari retribusi, tata ruang, hingga ketertiban umum. Tanpa pemahaman teknis yang benar, rancangan Perda berisiko bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, tidak aplikatif di lapangan, atau bahkan menimbulkan persoalan hukum baru.
Sayangnya, banyak ASN dan legislator pemula masih melihat proses penyusunan Perda sebagai urusan teknis yang bisa diserahkan sepenuhnya ke tenaga ahli. Padahal, keterlibatan aktif dalam setiap tahapan justru menjadi kunci terbentuknya Perda yang aspiratif, berkualitas, dan implementatif.
Artikel ini akan membahas secara sistematis mulai dari konsep dasar perancangan Perda, tahapan resmi penyusunan, hingga tips profesional agar Anda dapat memahami dan terlibat secara efektif dalam proses legislasi daerah.
Konsep Dasar Perancangan Perda
Perancangan Peraturan Daerah tidak dapat dilakukan secara serampangan. Ia harus berpijak pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Perundang-undangan.
Secara umum, konsep dasar perancangan Perda mencakup tiga elemen utama:
- Kesesuaian dengan hierarki hukum nasional
Rancangan Perda tidak boleh bertentangan dengan konstitusi, undang-undang, atau peraturan pemerintah. ASN dan DPRD harus memastikan setiap norma daerah berada dalam kerangka hukum nasional. - Kebutuhan nyata daerah (local needs)
Sebuah Perda lahir karena adanya kebutuhan pengaturan tertentu yang muncul dari karakteristik sosial, ekonomi, atau geografis wilayah. Oleh karena itu, penyusun Perda harus memahami konteks lokal dengan baik. - Keterpaduan antar kebijakan publik
Rancangan Perda tidak berdiri sendiri. Ia harus selaras dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD), kebijakan fiskal daerah, dan arah pembangunan nasional.
Selain itu, rancangan Perda harus memperhatikan aspek bahasa hukum. Bahasa hukum tidak hanya formal, tetapi juga harus jelas, konsisten, dan menghindari multitafsir. Kesalahan dalam redaksi dapat berakibat fatal pada implementasi.
Tahapan Resmi Penyusunan Perda (Perencanaan – Pengundangan)
Penyusunan Perda memiliki alur resmi yang diatur dalam Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 120 Tahun 2018. Secara garis besar, prosesnya terdiri dari enam tahapan utama:
1. Perencanaan
Tahapan ini diawali dengan penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda), yang berisi daftar rancangan Perda yang akan disusun dalam satu tahun anggaran.
Propemperda disusun bersama oleh DPRD dan pemerintah daerah, dengan melibatkan Biro Hukum atau Bagian Hukum Sekretariat Daerah. Tujuannya adalah memastikan setiap rancangan Perda memiliki dasar hukum dan urgensi yang jelas, serta menghindari tumpang tindih regulasi.
2. Penyusunan
Pada tahap ini, rancangan awal Perda disusun oleh perangkat daerah atau DPRD sesuai dengan usulan masing-masing. Jika rancangan berasal dari pemerintah daerah, maka instansi pengusul wajib menyiapkan Naskah Akademik (NA) dan draf Perda.
Sedangkan jika rancangan berasal dari DPRD, penyusunannya dilakukan oleh alat kelengkapan DPRD dengan dukungan tenaga ahli. Koordinasi antara dua pihak ini penting agar tidak terjadi perbedaan substansi yang signifikan saat pembahasan.
3. Pembahasan
Setelah rancangan disampaikan secara resmi ke DPRD, tahap berikutnya adalah pembahasan bersama antara panitia khusus (Pansus) DPRD dan tim pemerintah daerah.
Pada tahap ini dilakukan pendalaman substansi, harmonisasi antar pasal, serta analisis implikasi hukum dan anggaran. Pembahasan harus transparan dan berbasis data agar hasil akhirnya dapat dipertanggungjawabkan.
4. Penetapan
Setelah pembahasan selesai dan disetujui bersama, rancangan Perda ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD dan ditandatangani oleh kepala daerah.
Pada titik ini, rancangan resmi berubah status menjadi Peraturan Daerah yang sah secara hukum.
5. Evaluasi dan Fasilitasi
Perda tertentu, terutama yang berkaitan dengan pajak dan retribusi daerah, wajib melalui tahapan evaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri sebelum diundangkan. Evaluasi ini bertujuan memastikan tidak ada norma yang bertentangan dengan kepentingan nasional atau peraturan yang lebih tinggi.
6. Pengundangan dan Sosialisasi
Tahap terakhir adalah pengundangan dalam Lembaran Daerah. Setelah itu, Perda mulai berlaku dan mengikat seluruh masyarakat. Namun, pekerjaan tidak berhenti di situ. ASN dan DPRD juga perlu memastikan adanya sosialisasi dan pengawasan pelaksanaan, agar Perda tidak hanya berhenti di atas kertas.
Peran Naskah Akademik dan Konsultasi Publik
Dua komponen penting yang sering diabaikan dalam proses penyusunan Perda adalah Naskah Akademik (NA) dan konsultasi publik. Padahal keduanya menjadi fondasi bagi kualitas regulasi.
1. Naskah Akademik: Landasan Ilmiah Perda
Naskah Akademik adalah dokumen ilmiah yang berisi hasil kajian empiris, sosiologis, dan yuridis terhadap masalah yang ingin diatur. Fungsinya bukan sekadar formalitas administratif, tetapi sebagai pembenaran akademik dan rasional mengapa suatu Perda perlu dibuat.
Naskah Akademik membantu penyusun memahami:
- Siapa pihak yang terdampak oleh regulasi.
- Apa masalah utama yang hendak diselesaikan.
- Alternatif kebijakan lain sebelum memilih regulasi.
- Implikasi sosial dan ekonomi dari norma yang diusulkan.
Tanpa NA, proses perancangan Perda rawan subjektivitas dan sering kali melahirkan produk hukum yang tidak implementatif.
2. Konsultasi Publik: Menyerap Aspirasi Masyarakat
Selain berbasis kajian ilmiah, setiap Perda juga harus memiliki legitimasi sosial. Oleh karena itu, konsultasi publik menjadi tahapan yang tak terpisahkan.
Kegiatan ini dapat berupa forum dengar pendapat, FGD (Focus Group Discussion), atau penyebaran draft ke organisasi masyarakat dan sektor swasta.
Tujuannya agar masyarakat ikut memberi masukan terhadap isi Perda sebelum ditetapkan. Dengan demikian, Perda yang dihasilkan lebih aspiratif dan aplikatif, sekaligus meminimalisasi penolakan di lapangan.
Kesalahan Umum Pemula dalam Proses Penyusunan
Banyak ASN dan legislator pemula menghadapi kendala serupa ketika terlibat dalam proses perancangan Perda. Berikut beberapa kesalahan umum yang sebaiknya dihindari:
- Mengabaikan analisis hukum dan data empiris
Beberapa rancangan Perda disusun hanya berdasarkan pengalaman subjektif tanpa dukungan data yang memadai. Akibatnya, Perda tidak efektif dan sulit diterapkan. - Menyalin dari daerah lain tanpa adaptasi
Copy-paste dari Perda daerah lain sering terjadi karena dianggap mempercepat pekerjaan. Padahal, kondisi sosial dan hukum tiap daerah berbeda. - Kurang memahami teknik perancangan naskah
Kesalahan dalam struktur pasal, definisi istilah, atau sistematika sering menyebabkan kebingungan dalam pelaksanaan. - Minim koordinasi antar pihak
ASN penyusun dan DPRD pembahas sering bekerja sendiri-sendiri tanpa sinkronisasi awal. Akibatnya, pembahasan menjadi panjang dan penuh revisi. - Mengabaikan partisipasi publik
Regulasi yang tidak melibatkan masyarakat dalam prosesnya cenderung mendapat resistensi saat diimplementasikan.
Kesalahan-kesalahan tersebut dapat dihindari dengan pemahaman yang baik terhadap teknik legislative drafting dan kebiasaan melakukan telaah lintas fungsi sejak awal proses.
Tips Profesional dari Praktisi Legislative Drafting
Banyak praktisi hukum dan perancang peraturan menekankan bahwa penyusunan Perda bukan hanya soal menulis pasal, tetapi soal membangun kebijakan yang bisa dijalankan. Berikut beberapa tips profesional yang bisa menjadi panduan praktis:
- Mulai dari pemetaan masalah yang jelas
Jangan langsung menulis norma. Pahami akar masalah, aktor yang terlibat, serta dampak dari setiap solusi kebijakan. - Gunakan struktur logis: dari umum ke khusus
Setiap Perda harus dimulai dari ketentuan umum (definisi), kemudian norma substantif, dan diakhiri dengan ketentuan penutup. - Selalu cek kesesuaian dengan regulasi di atasnya
Gunakan database hukum nasional untuk memastikan tidak ada pertentangan vertikal. - Uji keterbacaan pasal
Setelah menulis draf, bacakan kembali untuk memastikan bahasa yang digunakan jelas dan mudah dipahami. - Gunakan pendamping ahli jika diperlukan
Tenaga ahli hukum atau perancang peraturan dapat membantu memperbaiki struktur logika dan redaksi hukum. - Dokumentasikan proses secara rapi
Setiap notulensi rapat, revisi draf, dan masukan publik perlu terdokumentasi agar dapat ditelusuri ketika terjadi perubahan atau evaluasi di masa depan. - Evaluasi pasca pengundangan
Beberapa bulan setelah Perda berlaku, lakukan evaluasi untuk menilai efektivitas dan dampak di lapangan. Hal ini sering diabaikan padahal sangat penting untuk revisi kebijakan berikutnya.
Upgrade Kompetensi melalui Pelatihan Perda
Penyusunan Peraturan Daerah adalah tanggung jawab strategis yang menuntut kombinasi antara keilmuan hukum, kemampuan analisis kebijakan, dan keterampilan komunikasi publik. Baik ASN maupun legislator harus memahami bahwa setiap kata dalam Perda membawa konsekuensi hukum dan sosial yang nyata.
Untuk itu, penting bagi para pelaku legislasi daerah untuk terus meningkatkan kompetensi melalui pelatihan legislative drafting atau pelatihan perancangan Perda.
Pelatihan semacam ini membantu memahami:
- Teknik menyusun Naskah Akademik yang kuat.
- Metode penulisan pasal yang sistematis.
- Proses harmonisasi lintas sektor.
- Strategi membangun Perda yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Dalam konteks otonomi daerah yang semakin kompleks, kapasitas sumber daya manusia menjadi faktor penentu utama kualitas regulasi. Pelatihan juga membuka ruang kolaborasi antar ASN dan DPRD untuk menghasilkan produk hukum yang benar-benar bermanfaat bagi publik.
Akhirnya, memahami proses perancangan Perda bukan sekadar memenuhi tugas administratif, melainkan bentuk nyata dari profesionalisme dan dedikasi terhadap tata kelola pemerintahan yang baik.
Tingkatkan kemampuan Anda dalam perancangan Peraturan Daerah (Perda) bersama pelatihan profesional yang dirancang khusus untuk ASN, legislator, dan aparatur hukum daerah. Kuasai teknik penyusunan naskah akademik, harmonisasi regulasi, hingga redaksi pasal yang efektif agar setiap Perda yang Anda hasilkan benar-benar berkualitas dan implementatif. Klik tautan ini untuk melihat jadwal terbaru dan penawaran spesial.
Referensi
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
- Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.
- Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Permendagri 80/2015.
- Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Perundang-undangan.
- Pusat Pembinaan dan Analisis Hukum Nasional (2023). Teknik Perancangan Peraturan Daerah yang Efektif dan Partisipatif.
- Hadi, R. (2022). Good Local Governance melalui Penyusunan Peraturan Daerah yang Berkualitas. Jurnal Ilmu Hukum Indonesia.