Posted in

Kiat Sukses Menyusun Perda yang Efektif, Jelas, dan Mudah Diterapkan

Langkah Evaluasi Efektivitas Perda

Rahasia Menyusun Perda yang Efektif dan Tidak Sekadar Formalitas

Langkah Evaluasi Efektivitas Perda

Di banyak daerah, Peraturan Daerah (Perda) sering kali menjadi instrumen hukum yang bagus di atas kertas, tetapi lemah di lapangan. Tidak sedikit Perda yang sudah disahkan dengan penuh semangat justru tidak dapat diterapkan secara efektif, baik karena norma yang tidak operasional, bahasa hukum yang multitafsir, atau karena substansi kebijakan yang tidak sinkron dengan kondisi nyata.

Masalah ini bukan hanya menghambat pembangunan daerah, tetapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap proses legislasi. Perda yang buruk dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, memperlambat pelayanan publik, dan bahkan menghambat investasi.

Banyak faktor penyebabnya:

  • Perancangan Perda dilakukan tanpa kajian mendalam.

  • Redaksi pasal terlalu umum atau ambigu.

  • Tujuan kebijakan tidak diterjemahkan dengan baik ke dalam norma hukum.

  • Kurangnya uji lapangan atau evaluasi setelah penerapan.

Padahal, Perda yang efektif berperan penting dalam memastikan kebijakan daerah berjalan sesuai arah pembangunan. Karena itu, ASN, anggota DPRD, dan tim perancang regulasi perlu memahami cara menyusun Perda yang jelas, operasional, dan mudah diterapkan.

Kriteria Perda yang Efektif dan Operasional

Perda yang efektif bukanlah yang paling panjang atau paling ketat, melainkan yang paling mudah diterapkan dan memberi kepastian hukum bagi masyarakat.

Menurut prinsip good regulatory governance, setidaknya ada lima kriteria utama agar Perda benar-benar efektif:

  1. Memiliki dasar hukum yang kuat
    Setiap Perda harus memiliki dasar hukum dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Tanpa itu, Perda berpotensi dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri atau Mahkamah Agung karena dianggap melampaui kewenangan daerah.

  2. Mengatur hal yang memang menjadi kewenangan daerah
    Otonomi daerah memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk membuat aturan, tetapi kewenangan itu terbatas pada bidang yang diatur oleh undang-undang. Banyak Perda dibatalkan karena mengatur hal yang bukan ranah daerah, seperti perpajakan di luar jenis yang diizinkan.

  3. Dapat dilaksanakan (implementable)
    Setiap norma dalam Perda harus bisa diterapkan dengan sumber daya yang tersedia: SDM, anggaran, dan infrastruktur. Jika Perda menetapkan kewajiban tanpa mempertimbangkan kapasitas pelaksana, maka aturan tersebut hanya akan menjadi simbol.

  4. Tidak tumpang tindih dengan regulasi lain
    Harmonisasi penting agar Perda tidak menimbulkan konflik dengan peraturan pusat atau dengan peraturan daerah lainnya. Ketidakkonsistenan regulasi adalah sumber terbesar ketidakefektifan.

  5. Mudah dipahami oleh masyarakat dan pelaksana
    Bahasa hukum memang harus formal, tetapi bukan berarti sulit dimengerti. Perda yang baik menggunakan kalimat yang lugas, konsisten, dan tidak menimbulkan multitafsir.

Efektivitas juga ditentukan oleh keterlibatan publik dalam proses penyusunannya. Masyarakat yang memahami isi Perda akan lebih mudah menaati dan mengawasinya. Karena itu, proses konsultasi publik bukan hanya formalitas, tetapi kunci keberhasilan implementasi.

Pentingnya Konsistensi Bahasa Hukum dan Tujuan Kebijakan

Bahasa hukum adalah “jiwa” dari setiap Perda. Sebaik apa pun substansi kebijakan, jika dituangkan dalam redaksi yang tidak konsisten, hasilnya akan berbeda dari niat awal.

Konsistensi bahasa hukum memastikan bahwa:

  • Tujuan kebijakan diterjemahkan secara tepat ke dalam norma.

  • Tidak ada perbedaan makna antar pasal.

  • Pelaksana di lapangan tidak salah menafsirkan perintah hukum.

Beberapa prinsip penting yang perlu dipegang oleh perancang Perda antara lain:

  1. Gunakan istilah yang seragam
    Jika satu istilah digunakan untuk menyebut hal tertentu, jangan menggantinya di pasal lain. Misalnya, jika di pasal awal disebut “pemerintah daerah”, jangan di pasal lain diganti menjadi “pemda” atau “pemerintah kabupaten”.

  2. Pastikan keselarasan antara konsideran, batang tubuh, dan penjelasan
    Tujuan yang tertulis di konsideran harus tercermin dalam isi pasal. Banyak Perda gagal mencapai efektivitas karena konsiderannya idealis, tetapi batang tubuhnya tidak mendukung pelaksanaannya.

  3. Gunakan kalimat aktif, bukan deskriptif
    Bahasa hukum yang baik memberikan perintah atau larangan yang jelas. Contohnya, gunakan “setiap orang wajib melaporkan” daripada “laporan harus dibuat oleh setiap orang”.

  4. Hindari istilah yang subjektif atau tidak terukur
    Frasa seperti “secara wajar”, “cukup”, atau “sesuai kemampuan” dapat menimbulkan tafsir berbeda. Gunakan ukuran yang objektif dan terukur.

Konsistensi redaksi ini harus dikawal sejak tahap perancangan hingga pembahasan bersama DPRD. Harmonisasi antar pasal dan antar peraturan menjadi jembatan agar Perda tidak menimbulkan ketidaksepahaman di lapangan.

Cara Menyusun Pasal yang Tidak Multitafsir

Kesalahan terbesar dalam penyusunan Perda sering terjadi pada redaksi pasal. Banyak pasal yang terlihat sederhana tetapi menimbulkan tafsir ganda karena tidak mengikuti prinsip teknik perundang-undangan.

Untuk menghasilkan pasal yang jelas dan tidak multitafsir, berikut kiat yang digunakan oleh para perancang profesional:

  1. Gunakan struktur pasal yang konsisten
    Setiap pasal idealnya terdiri dari satu gagasan utama. Jika memiliki rincian, gunakan ayat, bukan menjejalkan semua ide dalam satu kalimat panjang.

    Contoh yang baik:

    • Pasal 1 ayat (1): Setiap pelaku usaha wajib memiliki izin usaha.

    • Pasal 1 ayat (2): Ketentuan lebih lanjut diatur dengan peraturan bupati/wali kota.

  2. Struktur seperti ini menjaga kejelasan dan kemudahan implementasi.

  3. Gunakan kalimat yang tegas dan tidak bersayap
    Hindari frasa “dapat”, “sebaiknya”, atau “apabila diperlukan” kecuali memang disengaja memberi ruang diskresi. Kata-kata ini bisa mengaburkan kewajiban hukum.

  4. Pisahkan norma larangan, perintah, dan sanksi secara tegas
    Jangan mencampur norma larangan dengan sanksi dalam satu ayat. Pisahkan menjadi ayat atau pasal tersendiri agar aparat penegak hukum mudah menafsirkan.

  5. Gunakan format baku tata bahasa hukum Indonesia
    Berdasarkan Pedoman Umum Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Permenkumham No. 20 Tahun 2018), setiap pasal harus konsisten dalam struktur subjek, predikat, dan objeknya.

  6. Uji keterbacaan pasal sebelum disahkan
    Mintalah pihak di luar tim perancang (misalnya biro hukum lain atau praktisi) untuk membaca draf pasal. Jika mereka menafsirkan berbeda, berarti redaksi masih perlu diperbaiki.

Kejelasan pasal menjadi kunci agar Perda bisa ditegakkan tanpa menimbulkan perdebatan di lapangan.

Contoh Perda Efektif di Beberapa Daerah

Beberapa daerah di Indonesia berhasil menyusun Perda yang efektif, implementatif, dan berorientasi hasil nyata. Berikut beberapa contoh yang sering dijadikan referensi oleh Kementerian Dalam Negeri:

  1. Perda Kota Surabaya tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (No. 5 Tahun 2014)
    Perda ini dianggap sukses karena memiliki norma yang sederhana, target yang terukur, dan dukungan masyarakat yang kuat. Pelibatan publik dilakukan sejak tahap awal, sehingga masyarakat merasa memiliki aturan tersebut.

  2. Perda Provinsi Jawa Barat tentang Penyelenggaraan Ketahanan Pangan (No. 15 Tahun 2013)
    Keberhasilan Perda ini terletak pada kejelasan peran setiap pihak, dari pemerintah provinsi hingga kabupaten/kota. Setiap kewajiban dan koordinasi dijabarkan secara rinci tanpa tumpang tindih.

  3. Perda Kabupaten Banyuwangi tentang Inovasi Daerah (No. 7 Tahun 2018)
    Perda ini memberikan ruang bagi inovasi pelayanan publik dengan batasan hukum yang jelas. Bahasa yang digunakan mudah dipahami, dan norma-normanya realistis untuk diterapkan di tingkat perangkat daerah.

Dari contoh tersebut, ada pola yang sama antara kajian mendalam, keterlibatan publik, dan redaksi hukum yang lugas. Perda menjadi efektif karena semua unsur ini bekerja bersamaan, bukan hanya karena drafnya bagus.

Langkah Evaluasi Efektivitas Perda

Menyusun Perda dengan baik tidak cukup. Evaluasi pasca pengundangan adalah langkah penting untuk memastikan efektivitas di lapangan. Evaluasi ini dapat dilakukan oleh pemerintah daerah bersama DPRD, inspektorat, atau lembaga independen.

Beberapa langkah sistematis yang bisa diterapkan adalah:

  1. Penilaian awal (pre-implementation assessment)
    Sebelum diterapkan, lakukan uji coba terbatas atau simulasi penerapan untuk melihat kesiapan sumber daya manusia, anggaran, dan fasilitas.

  2. Pemantauan pelaksanaan di lapangan
    Setelah Perda berlaku, pantau tingkat kepatuhan masyarakat dan efektivitas aparat dalam menjalankan norma. Gunakan data lapangan, bukan hanya laporan administratif.

  3. Analisis dampak regulasi (Regulatory Impact Assessment / RIA)
    RIA membantu mengukur dampak sosial, ekonomi, dan hukum dari penerapan Perda. Analisis ini dapat menunjukkan apakah manfaat regulasi sepadan dengan biaya implementasi.

  4. Pelibatan publik dalam evaluasi
    Melibatkan masyarakat, pelaku usaha, dan akademisi memberikan gambaran nyata tentang efektivitas Perda. Pendapat publik bisa mengungkap kendala yang tidak terlihat dari sisi pemerintah.

  5. Revisi atau pencabutan jika tidak efektif
    Evaluasi bukan hanya formalitas. Jika Perda terbukti tidak berjalan, revisi atau pencabutan harus dilakukan untuk menjaga efisiensi pemerintahan dan kepercayaan publik.

Langkah evaluasi ini sebaiknya menjadi proses rutin setiap 2-3 tahun, sehingga pemerintah daerah selalu memiliki portofolio regulasi yang mutakhir dan sesuai kebutuhan masyarakat.

Evaluasi Regulasi Daerah Anda

Penyusunan Perda bukan hanya tugas administratif, tetapi tanggung jawab strategis dalam memastikan tata kelola pemerintahan daerah yang baik. Perda yang efektif, jelas, dan mudah diterapkan hanya dapat lahir dari kombinasi antara kejelasan substansi kebijakan, konsistensi bahasa hukum, serta proses penyusunan yang partisipatif dan berbasis data.

Banyak Perda gagal bukan karena niat buruk penyusunnya, tetapi karena kurangnya pemahaman tentang teknik legislative drafting dan evaluasi kebijakan publik. Karena itu, setiap ASN, legislator, dan biro hukum perlu terus mengasah keterampilannya dalam merancang regulasi yang sesuai kebutuhan daerah.

Langkah paling sederhana adalah mulai dari sekarang: evaluasi kembali Perda yang sudah ada di daerah Anda. Apakah masih relevan? Apakah sudah efektif? Apakah bahasa hukumnya mudah dipahami oleh pelaksana di lapangan?

Jika jawabannya belum, inilah saat yang tepat untuk meningkatkan kapasitas Anda melalui pelatihan perancangan Perda yang profesional dan terstruktur. Dengan kemampuan yang baik, Anda bisa memastikan setiap regulasi benar-benar mendukung pembangunan daerah, bukan menghambatnya.

Tingkatkan kemampuan Anda dalam perancangan Peraturan Daerah (Perda) bersama pelatihan profesional yang dirancang khusus untuk ASN, legislator, dan aparatur hukum daerah. Kuasai teknik penyusunan naskah akademik, harmonisasi regulasi, hingga redaksi pasal yang efektif agar setiap Perda yang Anda hasilkan benar-benar berkualitas dan implementatif. Klik tautan ini untuk melihat jadwal terbaru dan penawaran spesial.

Referensi

  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

  2. Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.

  3. Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 80 Tahun 2015.

  4. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Perundang-undangan.

  5. Kementerian Dalam Negeri (2023). Pedoman Evaluasi Efektivitas Peraturan Daerah. Jakarta: Direktorat Produk Hukum Daerah.

  6. Hadi, R. (2022). Membangun Regulasi Daerah yang Efektif dan Implementatif. Jurnal Ilmu Hukum dan Pemerintahan Daerah, Vol. 7(2).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *